Keadaan alam hutan mangrove Alue Naga terbilang sangat kondusif, meskipun
keadaan mangrove Alue Naga pasca Tsunami tahun 2004 masih tampak pada beberapa
keadaan tambak yang masih belum terurus baik hingga kini. Hutan mangrove Alue
Naga merupakan daerah yang masuk dalam daftar zona merah, karena daerah
tersebut langsung berhadapan dengan laut, sehingga sangat riskan dengan adanya
musibah seperti Tsunami. Tambak di Alue Naga ini sendiri sudah tidak digunakan
lagi dengan baik oleh pemiliknya dan sekarang tambak itu berubah fungsi menjadi
hutan mangrove.
Gambar 4.8 : Keadaan Alam Hutan
Mangrove Alue Naga Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh
Sumber: Hasil
Penelitian, 2011
“Hutan
mangrove Alue Naga memiliki luas ± 26 Ha yang tersebar pada beberapa lokasi
yaitu; lokasi timur ± 16 Ha dan lokasi utara ± 10 Ha”.[1]
Peneliti menggunakan lokasi sebelah timur dalam melakukan pengamatan perilaku
makan bangau kecil (Egretta garzetta)
karena pada lokasi ini dekat dengan kampus sementara STTIT (induk perguruan
tinggi) yang disewa oleh IAIN program studi Biologi dan juga lokasi ini dekat
dengan kantor desa sehingga
Peneliti mengambil daerah hutan mangrove Alue Naga karena peneliti amati daerah ini merupakan salah satu tempat/sarang dari bangau kecil (Egretta garzetta). Penelitian terhadap perilaku makan bangau kecil (Egretta garzetta) terjadi ketika keadaan cuaca yang kurang baik, karena pada saat penelitian keadaan keseringan hujan. Namun dengan keadaan cuaca yang sering hujan, peneliti tetap dapat melakukan penelitian karena hujan sering turun pada malam hari atau siang harinya.
Hutan
mangrove Alue Naga sendiri ketika peneliti melakukan penelitian sangat banyak
daerah/lokasi penelitian yang sedang mengalami gangguan dari manusia, baik itu
berupa pembuatan jalan penghubung/jembatan dan juga sarana hutan kota. Walau
demikian peneliti dan pengamatan tetap berjalan tanpa harus adanya kendala
berarti.
[1] Sekretaris Desa Kantor Desa Alue Naga
Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh, 2011.
No comments:
Post a Comment